Chapter 6 : Smexy Time? Hell No!!!
A/n :
Warning!!! Typo bertebaran!
Harumnya aroma makanan membangunkan Misa yang tengah tertidur lelap pagi itu. Saat ia melihat jam, ternyata masih pukul enam lewat lima menit. Misa sebenarnya ingin kembali tidur tapi aroma harum itu kembali memanggil. Dengan langkah berat ia keluar kamar.
"Pagi Misa!" Sapa ceria remaja dari arah dapur.
"Um, pagi." Sapa baliknya sambil menuju kamar mandi setelah terbangun sepenuhnya ia berjalan cepat menghampiri si remaja yang masih sibuk menggoreng. Mata si pemuda tak berkedip melihat pemandangan di depannya. Saat ini remaja itu sangat memikat. Kemeja lengan panjangnya ia gulung sampai siku, rok abu-abu diatas lutut itu memamerkan kaki jenjangnya yang seputih susu. Rambut yang biasanya digerai, ia kuncir kuda mengekspos leher mulusnya. 'Untuk ukuran gadis SMA, tubuhnya terlalu mengundang. Apa-apaan seragam sekolah itu? Apa roknya tidak kependekan ya? Astaga!' Batin Misa tak habis pikir.
"Misa! Mau sampe kapan kamu bengong di situ?" Beberapa detik berlalu namun do'i tak juga merespon dan membuat si remaja berbalik menghadapnya, bibir plumnya menyeringai setelah menyadari jika pemuda itu tengah 'mengagumi' tubuh aduhai si remaja. Ia lalu mematikan kompor dan mendekati dirinya yang masih berada di LaLa Land. Lengan lentik itu menyentuh dada bidang si pemuda dengan flirt. "Misa, aku baru tahu jika kamu ternyata seorang shirt kinky." Bisik si remaja innocent dengan raut wajah seductive. Tubuh pemuda itu terlonjak, refleks menjauh darinya dengan wajah memerah padam. Alis Putri berkerut, ia tak suka saat kehangatan tubuh pemuda itu menghilang. Ia mendekat, kini jarak tubuh mereka tak kurang dari satu centi. "Gak usah sungkan, sentuh saja aku semaumu. Toh, ini bukan pertama kalinya," dengan senyum menawan, ia membimbing lengan si pemuda pada pinggulnya. "Lihat, mudahkan?" pemuda itu kembali mematung. Wajahnya amat sangat memerah. 'Nooooo! Apa-apaan suasana ini? Kenapa kita selalu berakhir gini? Aku sama sekali tak bisa mengerti pola tingkah remaja jaman sekarang! Dia terlalu agresif untuk seorang gadis perawan! This So f****ing wrong in every point. Someone, please save my virginity.' Racau Misa dalam hati yang sudah berkeringat dingin. Saat tatapan mereka mulai berawan, tanpa disadari, seseorang memasuki area dapur dengan 'sopan'nya.
"Hime-chan, gue udah beli barang yang lu su-" ucap seseorang yang baru saja selangkah masuk, namun perkataannya terhenti saat ia melihat mereka yang terlihat intim. Kedua bola mata pengintrupsi itu membulat lebar dengan mulut menganga. Ia sama sekali tak menyangka jika hubungan mereka ternyata seperti itu. Yang terkena impact bukan hanya dirinya saja, tapi mereka berdua juga ikut dikagetkan dengan kehadiran dadakan seseorang yang entah dari mana munculnya. Suasana hening seketika, mendadak sangat akward. "Ah! Maaf sudah menggangu." timpalnya buru-buru setelah arwahnya yang melayang-layang itu kembali ke raga. Dengan rona pink samar menghiasi wajah tampannya, ia berbalik hendak pergi, sayang saat baru satu langkah ia merasa seseorang menggenggam pergelangan tangannya cukup kencang, menghentikannya.
"Apa yang lu liat gak seperti apa yang lu bayangkan. Jadi, jangan ngambil kesimpulan seenaknya! Gue bisa jelasin," ucap Misa buru-buru, ia belum mau melepaskan lengan pemuda lain. Sedang si remaja hanya memutar kedua bola matanya sambil ber facepalm.
"Misa! Sikapmu seolah-olah seperti pacar yang kepergok bermesraan oleh kekasihnya tau. Sama sekali gak membantu," cibir si remaja dengan tangan menyentuh mulutnya saat ia berbicara. Ia juga nampak terhibur dengan scane yang tengah terjadi. Sedang yang dibicarakan wajah dan telinganya memerah.
"Perkataanmu lebih gak berguna! Tidak bisakah kamu tidak menggodaku sebentar saja? Setidaknya saat kita tidak sedang berdua," pinta Misa memohon dengan wajah masih semerah tomat, karena tak tega remaja mengalah.
"Baiklah, baiklah. Maaf sudah berlebihan tadi," ia menghampiri kedua pemuda itu lalu mengambil kantong belanjaan dari tangan si pemuda dengan casualnya, seolah-olah adegan intim mereka beberapa saat lalu tidak pernah terjadi. Ekor mata si remaja melirik pada tangan Misa yang tanpa sadar masih memegang lengan pemuda lain. "Misa, mau sampai kapan kamu memegang tangannya? Jika saja aku tidak tau aslinya kau itu seorang Pedo sejati, mungkin aku akan langsung percaya jika kamu ini sebenarnya gay in denial." Goda si remaja, refleks Misa dan pemuda itu mengambil jarak sejauh-jauhnya. Puas melihat mereka tak berdekatan lagi, kini ia mendeath-glare si pemuda. "Dan kamu, jangan hanya melihat! Cepat siapkan meja jika ingin ikut sarapan," ia menunjuk tak sopan. Pemuda itu tanpa disuruh dua kali langsung mengerjakan apa yang diperintahkan padanya. Sebulir keringat dinging mengalir pada wajahnya. Ia akui jika tatapan si gadis tadi itu cukup mengerikan. "Misa, bantu aku bawa makanannya." titahnya bossy. Jam menunjukan pukul enam lewat lima belas menit saat mereka usai sarapan. Kedua pemuda tengah mencuci dan mengeringkan peralatan makan di dapur, sedangkan satu-satunya remaja dirumah itu sedang memasang dasi abu-abu, kemeja putih itu ditimpa blezer biru langit. Setelah ia meraih tas dan memakai sepatu ia berdiri diambang pintu.
"Misa, aku berangkat!" pamitnya langsung pergi.
Komentar
Posting Komentar