Azure
By: Lein Airie
Status: OnGoing
Chapter 5 : Kau!!!
Waktu telah menunjukkan setengah satu pagi saat waktu kerja nya usai, bar yang sesak itu telah sepi menyisihkan para staf yang tengah bersih-bersih dan bersiap pulang tak terkecuali Misa. Setelah berganti baju, ia pun pamit pada mereka yang masih bekerja. Senyumnya langsung hilang saat melihat seorang pemuda tengah berdiri tak jauh dari tempatnya bekerja.
"Yo!" sapanya ramah. "Sebelum kita bicara, gimana kalo nyari tempat yang nyaman?"
"Ok. Tapi gue gak mau kerumah lu!" tolaknya kasar. Lawan bicaranya menampakkan ekspresi terluka yang dibuat-buat.
"Ah, kejamnya! Gue belum ngundang aja udah ditolak. Tak berperasaan," yang langsung direspon dengan wajah datar Misa, si pemuda berdehem. "Ok! Ok! Gue berhenti becanda. Jadi lu maunya dimana?"
"Tempat gue. Jangan GR deh, gue cuman gak mau ninggalin Putri lama-lama." konfirnya.
"Siapa Putri?" bibir tebal itu menyeringai. "Pacar lu ya?"
"Bukan urusan lu! Tolong jangan kepo jadi orang." facepalm Misa.
"Yaudah." selama perjalanan mereka hanya terdiam, larut dengan pikiran masing-masing. Setelah hampir setengah jam, akhirnya mereka sampai di tempat Misa tinggal.
"Jadi, lu tinggal disini? Baru tau gue," mata si pemuda nampak antusias.
"Ya, tapi dibanding apartemen tempat lu tinggal pasti jauh beda. Dasar orang kaya," ucap Misa setelah membuka pintu dan menyuruh pemuda itu masuk. "Silahkan masuk, jangan sentuh apa-apa dan jangan mengeksplor kamar orang seenaknya!"
"Terus lu sendiri?"
"Gue mau jemput Putri dulu di lantai lima bentar. Silahkan duduk yang manis dan jadilah tamu yang baik," finalnya.
"Siap pak!" balasnya sarcas.
"Bagus!" seterlahnya Misa pergi ke tempat Putri dititipkan. Setelah mengetuk pintu beberapa kali akhirnya terbuka juga dan seorang wanita berdiri diambang pintu dengan wajah mengantuknya. "Maaf udah ganggu mbak." mendengar suara seksi orang di depannya kantuknya hilang seketika.
"Oh, Misa!" ucapnya sedikit menguap. "Mau masuk dulu apa gak?"
"Gak deh mbak. Tolong bangunin aja Putrinya,"
"Yaudah." semenit berlalu setelah wanita itu kembali masuk dan saat ia kembali seorang remaja mengikutinya.
"Misa!" ucapnya sambil berlari kecil dan memeluknya erat. "Aku merindukanmu Misa. Kenapa kamu lama sekali? Bodoh Misa!" murmurnya sambil menenggelamkam wajah pada dada bidang pemuda itu.
"Maaf sudah membuatmu lama menunggu," tangan besar itu mengusap sayang kepalanya. Si wanita yang menyaksikan intraksi mereka hanya tersenyum.
"Ampun dah, diliat darimanapun kalian lebih mirip pasangan kekasih yang bertemu kembali setelah sekian lama terpisah. Astaga!" komen si wanita lembut.
"Maaf udah ganggu tidur mbak sebelumnya dan makasih udah mau ngejaga Putri," ucapnya terimakasih.
"Gak usah khawatir, lagipula Putri gadis yang menggemaskan. Kalo mau titipin lagi ke mbak aja ya?"
"Ok mbak! Kalo gitu kami pamit,"
"Dadah mbak Tara!" setelah pamit, mereka berdua kembali ke tempat mereka.
"Putri, aku punya tamu, kalo kamu mau tidur duluan aja ya." ucap Misa saat sudah tak jauh dari kamar mereka. Si remaja memandang pemuda itu sedikit kecewa.
"Apa orang itu dari tempatmu bekerja?" tanya sang gadis terdengar hampir kecewa.
"Be-begitulah." canggungnya. Langkah remaja itu terhenti, lalu menatap si pemuda tepat di matanya. Mau tak mau ia ikut berhenti dan balik mantap gadis didepannya yang nampak serius dan juga sedikit terluka? Mereka terdiam cukup lama, mendadak terasa canggung. Si pemuda menjadi was-was.
"Misa..." ucapnya, lalu mengbil nafas, "apa keperawanku belum cukup?" tanya si gadis sungguh-sungguh dan sukses membuat pemuda itu tersedak udara, ia tak mengira jika gadis ini sangat berterusterang dan blak-blakan. Kadang Misa heran, apa dia tak merasa malu mengatakan hal vulgar dengan mudahnya? Ayolah, Misa yang mendengar saja wajahnya akan memerah. 'Remaja jaman sekarang sungguh menakutkan!' batinnya ngeri.
"Oy! Oy! Oy! Maksudmu apa ngomong gitu?" protes Misa keberatan. "Kau berkata seolah-olah aku sudah merebut keperawananmu saja! Harus berapa kali lagi ku katakan untuk kamu mengerti, aku ini feminis bukan pedofil ataupun gay! For god sake!" terangnya frustasi, tanpa sadar ia mengacak-ngacak rambutnya saking kesalnya.
"Misa, kamu belum pernah dengar pepatah 'Dimana ada lubang, disitu ada jalan' ya?" si remaja menggeleng tak percaya. Ia menghiraukan geraman Misa yang cukup keras.
"Hei! Aku tidak sedepresi itu sampai mau melakukannya dengan sesama cowok." refleks ia menjitak si remaja pelan lalu membuka pintu kamar mereka dan masuk. Tubuh remaja itu membeku saat melihat pemuda lain yang tengah duduk manis di ruang tengah.
"Ah!" pemuda asing itu menunjuknya refleks membuat Misa menatap mereka heran.
"Kalian saling kenal?" mereka menggeleng kompak. "Lalu?"
"Dibanding kenal, mungkin lebih tepatnya mantan bisnis." ucap si pemuda asing.
"Maksudnya?" tanya Misa masih belum paham. Bahu si remaja sedikit menurun, raut wajahnya sedikit tak nyaman.
"Dia pelanggan terakhir yang aku layani sebelum aku hengkang jadi informan. Tapi aku tak menyangka jika orang kau cari itu ternyata Misa, sungguh kebetulan yang tak terprediksi." jelas si remaja sambil ikut duduk.
"Yaaah, takdir memang tak bisa dikira. Jadi, mereka benar-benar membuangmu ya? Sayang sekali. Tapi wajar sih, jika peliharaan menggigit tuannya, siapa juga yang mau." rahang remaja itu mengeras, kedua tangannya mengepal cukup kuat. Ia tak peduli jika seseorang mencibirnya, toh itu sudah biasa. Tapi ia tidak akan pernah terima jika mantan masternya lah yang direndahkan.
"Aku tidak akan pernah menggigit tuanku sekalipun dia menyiksaku sampai sekarat." tegas si remaja serius, menunjukan rasa hormat dan royalitas pada orang yang dianggap tuannya itu membuat kedua pemuda bungkam. "Master tidak membuangku, dia dengan suka rela melepaskan rantai yang mengekang leherku. Jika kau berbicara buruk tentang tuanku, maka siap-sia saja merasakan gigitanku." si remaja bangkit dan menuju kamar tidur, saat si remaja berbalik, keduanya bisa melihat matanya berkaca-kaca.
"Gue mau lu minta maaf sama Putri karena lu udah nyakitin perasaan dia." titah Misa, sengaja menegaskan, ingin membuat pemuda itu bersalah.
"Gue rasa lu bener." balasnya sedikit menyesal.
"Kita lanjut setelah lu udah minta maaf." iapun bengkit dan menatap pemuda lain. "Lu bisa tidur disini, atau mau pulang juga terserah." ucapnya singkat lalu meninggalkan si tamu yang syok tak percaya. Kini, Misa sudah di dalam kamar. Dengan pelan ia menghampiri si gadis yang semena-mena menginflasi kasur miliknya. "Putri..." panggil Misa lembut membuat si remaja memandangnya. "Geseran sana! Aku ingin tidur," tanpa diminta dua kali remaja itu memberi ruang untuk si pemuda. Saat keduanya sudah berbaring diatas kasur, ia menghela, "kaosku bukan baju tidur." protesnya membuat si remaja menghadapnya.
"Misa..." Bisiknya lemah hampir menangis.
"Aaaaah! Kamu gak adil Putri! Jangan pandang aku dengan kitten eyesmu!" Remaja itu semakin intens menatap membuat Misa canggung. "Haah, iya, iya aku nyerah. Lakukan sesukamu!" Pasrahnya. Tanpa babibu remaja itu mengelimimasi jarak mereka, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Misa. Posisi mereka sangat intim dan dapat menimbulkan prasangka. "Kamu tau, gadis baik-baik tidak seharusnya lekat dan asal peluk pria asing." Nasehat Misa lembut sambil mengusap-ngusap rambut halusnya tanpa sadar. Perlakuannya membuat tidur Putri semakin nyenyak. "Mimpi indah," bisiknya pelan dan tanpa sadar mencium pucuk kepala Putri lembut, tak lama iapun ikut tertidur setelahnya.
"Yo!" sapanya ramah. "Sebelum kita bicara, gimana kalo nyari tempat yang nyaman?"
"Ok. Tapi gue gak mau kerumah lu!" tolaknya kasar. Lawan bicaranya menampakkan ekspresi terluka yang dibuat-buat.
"Ah, kejamnya! Gue belum ngundang aja udah ditolak. Tak berperasaan," yang langsung direspon dengan wajah datar Misa, si pemuda berdehem. "Ok! Ok! Gue berhenti becanda. Jadi lu maunya dimana?"
"Tempat gue. Jangan GR deh, gue cuman gak mau ninggalin Putri lama-lama." konfirnya.
"Siapa Putri?" bibir tebal itu menyeringai. "Pacar lu ya?"
"Bukan urusan lu! Tolong jangan kepo jadi orang." facepalm Misa.
"Yaudah." selama perjalanan mereka hanya terdiam, larut dengan pikiran masing-masing. Setelah hampir setengah jam, akhirnya mereka sampai di tempat Misa tinggal.
"Jadi, lu tinggal disini? Baru tau gue," mata si pemuda nampak antusias.
"Ya, tapi dibanding apartemen tempat lu tinggal pasti jauh beda. Dasar orang kaya," ucap Misa setelah membuka pintu dan menyuruh pemuda itu masuk. "Silahkan masuk, jangan sentuh apa-apa dan jangan mengeksplor kamar orang seenaknya!"
"Terus lu sendiri?"
"Gue mau jemput Putri dulu di lantai lima bentar. Silahkan duduk yang manis dan jadilah tamu yang baik," finalnya.
"Siap pak!" balasnya sarcas.
"Bagus!" seterlahnya Misa pergi ke tempat Putri dititipkan. Setelah mengetuk pintu beberapa kali akhirnya terbuka juga dan seorang wanita berdiri diambang pintu dengan wajah mengantuknya. "Maaf udah ganggu mbak." mendengar suara seksi orang di depannya kantuknya hilang seketika.
"Oh, Misa!" ucapnya sedikit menguap. "Mau masuk dulu apa gak?"
"Gak deh mbak. Tolong bangunin aja Putrinya,"
"Yaudah." semenit berlalu setelah wanita itu kembali masuk dan saat ia kembali seorang remaja mengikutinya.
"Misa!" ucapnya sambil berlari kecil dan memeluknya erat. "Aku merindukanmu Misa. Kenapa kamu lama sekali? Bodoh Misa!" murmurnya sambil menenggelamkam wajah pada dada bidang pemuda itu.
"Maaf sudah membuatmu lama menunggu," tangan besar itu mengusap sayang kepalanya. Si wanita yang menyaksikan intraksi mereka hanya tersenyum.
"Ampun dah, diliat darimanapun kalian lebih mirip pasangan kekasih yang bertemu kembali setelah sekian lama terpisah. Astaga!" komen si wanita lembut.
"Maaf udah ganggu tidur mbak sebelumnya dan makasih udah mau ngejaga Putri," ucapnya terimakasih.
"Gak usah khawatir, lagipula Putri gadis yang menggemaskan. Kalo mau titipin lagi ke mbak aja ya?"
"Ok mbak! Kalo gitu kami pamit,"
"Dadah mbak Tara!" setelah pamit, mereka berdua kembali ke tempat mereka.
"Putri, aku punya tamu, kalo kamu mau tidur duluan aja ya." ucap Misa saat sudah tak jauh dari kamar mereka. Si remaja memandang pemuda itu sedikit kecewa.
"Apa orang itu dari tempatmu bekerja?" tanya sang gadis terdengar hampir kecewa.
"Be-begitulah." canggungnya. Langkah remaja itu terhenti, lalu menatap si pemuda tepat di matanya. Mau tak mau ia ikut berhenti dan balik mantap gadis didepannya yang nampak serius dan juga sedikit terluka? Mereka terdiam cukup lama, mendadak terasa canggung. Si pemuda menjadi was-was.
"Misa..." ucapnya, lalu mengbil nafas, "apa keperawanku belum cukup?" tanya si gadis sungguh-sungguh dan sukses membuat pemuda itu tersedak udara, ia tak mengira jika gadis ini sangat berterusterang dan blak-blakan. Kadang Misa heran, apa dia tak merasa malu mengatakan hal vulgar dengan mudahnya? Ayolah, Misa yang mendengar saja wajahnya akan memerah. 'Remaja jaman sekarang sungguh menakutkan!' batinnya ngeri.
"Oy! Oy! Oy! Maksudmu apa ngomong gitu?" protes Misa keberatan. "Kau berkata seolah-olah aku sudah merebut keperawananmu saja! Harus berapa kali lagi ku katakan untuk kamu mengerti, aku ini feminis bukan pedofil ataupun gay! For god sake!" terangnya frustasi, tanpa sadar ia mengacak-ngacak rambutnya saking kesalnya.
"Misa, kamu belum pernah dengar pepatah 'Dimana ada lubang, disitu ada jalan' ya?" si remaja menggeleng tak percaya. Ia menghiraukan geraman Misa yang cukup keras.
"Hei! Aku tidak sedepresi itu sampai mau melakukannya dengan sesama cowok." refleks ia menjitak si remaja pelan lalu membuka pintu kamar mereka dan masuk. Tubuh remaja itu membeku saat melihat pemuda lain yang tengah duduk manis di ruang tengah.
"Ah!" pemuda asing itu menunjuknya refleks membuat Misa menatap mereka heran.
"Kalian saling kenal?" mereka menggeleng kompak. "Lalu?"
"Dibanding kenal, mungkin lebih tepatnya mantan bisnis." ucap si pemuda asing.
"Maksudnya?" tanya Misa masih belum paham. Bahu si remaja sedikit menurun, raut wajahnya sedikit tak nyaman.
"Dia pelanggan terakhir yang aku layani sebelum aku hengkang jadi informan. Tapi aku tak menyangka jika orang kau cari itu ternyata Misa, sungguh kebetulan yang tak terprediksi." jelas si remaja sambil ikut duduk.
"Yaaah, takdir memang tak bisa dikira. Jadi, mereka benar-benar membuangmu ya? Sayang sekali. Tapi wajar sih, jika peliharaan menggigit tuannya, siapa juga yang mau." rahang remaja itu mengeras, kedua tangannya mengepal cukup kuat. Ia tak peduli jika seseorang mencibirnya, toh itu sudah biasa. Tapi ia tidak akan pernah terima jika mantan masternya lah yang direndahkan.
"Aku tidak akan pernah menggigit tuanku sekalipun dia menyiksaku sampai sekarat." tegas si remaja serius, menunjukan rasa hormat dan royalitas pada orang yang dianggap tuannya itu membuat kedua pemuda bungkam. "Master tidak membuangku, dia dengan suka rela melepaskan rantai yang mengekang leherku. Jika kau berbicara buruk tentang tuanku, maka siap-sia saja merasakan gigitanku." si remaja bangkit dan menuju kamar tidur, saat si remaja berbalik, keduanya bisa melihat matanya berkaca-kaca.
"Gue mau lu minta maaf sama Putri karena lu udah nyakitin perasaan dia." titah Misa, sengaja menegaskan, ingin membuat pemuda itu bersalah.
"Gue rasa lu bener." balasnya sedikit menyesal.
"Kita lanjut setelah lu udah minta maaf." iapun bengkit dan menatap pemuda lain. "Lu bisa tidur disini, atau mau pulang juga terserah." ucapnya singkat lalu meninggalkan si tamu yang syok tak percaya. Kini, Misa sudah di dalam kamar. Dengan pelan ia menghampiri si gadis yang semena-mena menginflasi kasur miliknya. "Putri..." panggil Misa lembut membuat si remaja memandangnya. "Geseran sana! Aku ingin tidur," tanpa diminta dua kali remaja itu memberi ruang untuk si pemuda. Saat keduanya sudah berbaring diatas kasur, ia menghela, "kaosku bukan baju tidur." protesnya membuat si remaja menghadapnya.
"Misa..." Bisiknya lemah hampir menangis.
"Aaaaah! Kamu gak adil Putri! Jangan pandang aku dengan kitten eyesmu!" Remaja itu semakin intens menatap membuat Misa canggung. "Haah, iya, iya aku nyerah. Lakukan sesukamu!" Pasrahnya. Tanpa babibu remaja itu mengelimimasi jarak mereka, ia menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Misa. Posisi mereka sangat intim dan dapat menimbulkan prasangka. "Kamu tau, gadis baik-baik tidak seharusnya lekat dan asal peluk pria asing." Nasehat Misa lembut sambil mengusap-ngusap rambut halusnya tanpa sadar. Perlakuannya membuat tidur Putri semakin nyenyak. "Mimpi indah," bisiknya pelan dan tanpa sadar mencium pucuk kepala Putri lembut, tak lama iapun ikut tertidur setelahnya.
Komentar
Posting Komentar