Azure Chapter 4

Azure

 By: Lein Airie

Status : OnGoing 

Empat : Kemunculan Pria Misterius

Jam menunjukan pukul setengah sembilan malam saat kedua makhluk berbeda gender tengah berdiri di depan pintu.

"Misa!" yang dipanggil menoleh. "Kapan kamu pulang?" tanya si remaja cemas.

"Entahlah, mungkin paling lambat setengah satu pagi. Kenapa?"

"Tak bisakah lebih awal?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku tak suka jika sendiri. Mengingatkan pada rumah itu," raut wajahnya sedikit ketakutan.

"Kamu ingin ada yang menemani?" ia hanya mengangguk. Si pemuda sedikit kebingunang.

"Kamu boleh menggunakan komputerku sepuasmu."

"Tidak mau. Itu sama saja saat aku masih tinggal disana," si pemuda sedikit frustasi. Meski ia sudah melapor pada bu kos, tetap saja ia tak ingin menggangu yang lain. Apalagi laporannya sangat tidak masuk akal yang membuat bu kos hampir dirawat di rumah sakit. Bagaiaman tidak, sore itu mereka bertiga, dua orang pemuda dan seorang remaja perempuan pergi ke tempat tinggal bu kos. Dengan gampangnya ia berkata jika gadis itu anak ilegal hasil hubungan ayah biologinya dengan wanita yang ia temui di pub dan sukses membuat mereka bertiga tersedak air. Untungnya mereka tidak sedang makan. Bu kos menatapnya syok, sedang pemuda lain memandangnya tak percaya, dan si remaja sekilas terlihat terluka. Apa yang ia katakan tidaklah sepenuhnya bohong, ia memang anak ilegal, tapi bukan dari ayah si pemuda melainkan si bangsat, mungkin fakta itulah yang membuat hatinya sedikit nyeri.

"Kita kelantai lima, di sana penghuninya perempuan, dan beberapa adalah temanku. Bagaimana?" gadis itupun mengangguk pasrah. Gedung yang mereka tempati terdiri enam lantai. Dan setiap lantainya sudah memiliki katagori sendiri. Lantai satu dan dua untuk laki-laki singgle, entah itu perjaka maupun duda asalkan tidak memiliki pasang akan ditempatkan di situ. Kebanyakan sih mahasiswa yang sedang nge kos. Lantai tiga dan empat untuk mereka yang sudah menikah atau sudah memiliki pasangan. Dan lantai lima dan enam untuk wanita singgle, mau itu perawan atau janda asalkan masih sendiri ia akan langsung ditempatkan di lantai itu. Penghuninya rata-rata mahasiswi dan pagawai kantoran. Mereka berdua akhirnya tiba. Pemuda itu mengetuk salah satu pintu, tak lama kemudian muncullah seorang wanita pertengahan dua puluh. Ia terkejut saat seorang pemuda yang dilihatnya.

"Misa? Ada perlu apa ya? Gak biasanya kamu kemari. Ayo masuk dulu,"

"Ah, gak perlu, bentar doang kok. Sebelumnya maaf udah ganggu waktunya mbak Tara."

"Gak apa kali, justru mbak seneng ada pengunjung, terlebih itu cowok." ia mengerling genit, keduanya memasang wajah datar.

"Maaf mbak, tapi aku penganut feminis bukan penggila onee-san."

"Mbak kan cuman becanda. Mbak lebih rela kamu digandeng seme imut daripada anak TK sok polos."

"Mbak, tolong simpan aja imajinasinya untuk diri sendiri. Ah, aku udah gak punya banyak waktu. Mbak Tara gak keberatankan aku titip Putri?" setelahnya gadis remaja itu mensejajarkan diri dengan si pemuda.

"Azure Putri, salam kenal." ia sedikit merendahkan diri. Kebiasaannya saat ia memperkenalkan diri seperti seorang lady.

"O-oh." wanita itu agak terkesiap dan ikut merendah. "Tara Vianna. Salam kenal kembali." merekapun kembali berdiri. Wanita itu kembali menatap si pemuda. "Jadi ini ade tiri kamu yang lagi panas diomongin. Hm! Hm!" wanita itu mengangguk beberapa kali. "Jangan khawatir, dengan senang hati."

"Seriusan nih mbak?"

"Dua rius malah. Kamu bisa pergi tanpa perlu khawatirin Putri. Mbak akan menjaganya sampe kamu pulang. Hati-hati ya. Kalo ada seme ganteng yang nawarin tumpangan tolak aja! Mbak gak rela kalo bukan seme imut yang mengambil keperawananmu,"

"Mbak, tolong bahasanya. Putri, kamu baik-baik ya sama mbak Tara. Kalo dia mulai ngomong yang aneh-aneh abaikan aja, lebih bagus lagi kalo kamu geplak kepalanya. Siapa tau kewarasan dia bisa kembali,"

"Um. Selamat jalan Misa,"

"Aku pergi." setelah bayangan pemuda itu tidak lagi dijangkauan mata, si wanita mempersilahkan remaja itu masuk.

"Entah kenapa, kalian lebih mirip pengantin baru dibanding kakak-adik." ia memulai percakapan. "Kamu mau minum apa?"

"Air mineral saja, mmmm?"

"Kamu bisa panggil aku mbak Tara, tapi kalo mau panggil kak Vianna juga boleh."

"Iya mbak Tara."

"Rasanya agak aneh saat seseorang mengucapkan namaku seformal itu."

"Ah, maafkan saya."

"Astaga! Kamu kaku sekali, santai saja lagi. Aku tidak akan menggigit," kini mereka sudah di ruang tengah, sebuah meja sedang berada di tengah-tengah.

"Kalo boleh tau, hubungan mbak Tara sama Misa seperti apa?" tanya si gadis ingin tahu. Vianna bisa melihat binar di kedua chinnamon itu.

"Terkadang seperti kakak-adik, tapi yang jelas hanya sebatas senior dan junior."

"Owh."

"Tak perlu sekecewa itu. Dari awal dia memang tipe yang sulit di dekati. Haah, padahal fisiknya sangat menawan. Sungguh disayangkan,"

"Ya. Aku jadi mencemaskan masa depannya. Bagaimana jika dia masih perjaka saat sudah berkepa tiga?"

"Kamu bener sekali. Terlebih ciuman pertama saja belum pernah, gimana mau membahagiakan semenya coba?" si wanita menggeleng.

"Misa terlalu gampang dimanfaatkan, kadang kenaifannya membuatku khawatir."

"Aku setuju. Selain itu, dia juga mudah dipengaruhi dan terlalu baik untuk kebaikannya sendiri. Bagaimana jika seseorang memanfaatnya sampai membuatnya hancur? Aku tak ingin membayangkan,"

"Dia juga terlalu masa bodo pada dirinya sendiri. Aku tak bisa membayangkan saat seseorang menyentuh tubuh seksinya dengan mudah. Aaah, bagaimana jika seseorang meng grape-grapenya dan ia tetap tak peduli?"

"Noooo! Takkan ku maafkan siapapun yang menodai tubuh innocentnya. Sebelum seme imut yang merasakannya lebih dulu, takkan ku biarkan itu terjadi." mereka histeris sendiri dengan pikiran-pikiran nista mereka. Sedang yang dibicarakan, tengah bergidik ria di ruang ganti pria. Entah mengapa ia merasakan punggungnya dingin tiba-tiba. 'Pe-perasaan apa ini? Entah mengapa aku merasa hawa dingin yang luar biasa pada tulang belakangku.' ia refleks memeluk dirinya. 'Jangan-jangan seseorang tengah membayangkan yang tidak-tidak tentangku! Kurang ajar sekali dia!' saat perasaan itu mereda, ia berganti secepat yang ia bisa. Pub malam ini tidak terlalu ramai, wajar saja karena ini malam senin.

"Yo Misa! Yang biasa ya," pesannya.

"Yo! Tumben sendirian, yang lain kemana?"

"Mereka sibuk pacaran. Gue yang jomblo bisa apa?!"

"Ah, gue turut berduka."

"Tapi gak masalah. Bisa ngeliat lu malem ini udah cukup memplester hati gue, terlebih kalo kita bisa lebih dekat. Hati gue yang ancur bisa pulih kembali,"

"Ah, maaf. Sebagai feminis sejati gue harus menolak ajakan lu." ia meletakan gelas yang berisi pesanannya.

"Ah, lu gak asik." keluhnya sambil menikmati minuman itu.

"Misa~" kali ini suara lembut menggoda yang memanggilnya.

"Apa yang ingin anda pesan, nona?" 

"Tolong vodka nya dua." ia masih mencoba menggoda si bar tender.

"Baiklah, nona." ia sedikit membungkuk lalu menyiapkan pesanannya. Selang beberapa menit pesananpun jadi. "Silahkan menikmati, nona."

"Ah, sankyu~" ucapnya sambil mengerling mata. Sedikit menjauh dari bar, beberapa gerombolan pria menatap kearahnya.

"Misa populer seperti biasanya." komen seseorang.

"Tsk, dia hanya beruntung karena fisiknya yang menawan." imbuh yang lain terdengar kesal.

"Tapi sayang, dia menyiakan-menyiakan asetnya."

"Sampah sepertinya mati saja!"

"Oho, bilang aja elu cemburu karena do'i banyak yang deketin."

"Ih, amit-amit deh. Mending gue jadi straight daripada harus suka sama dia,"

"Woah! Gue lebih syok lu gak nyangkal kalo lu gay."

"Emangnya kalo gue homo kenapa? Gue rela jadi homo untuk Asami-sama seorang!" ucapnya fanboy mode. Mereka menatap fudan akut itu datar. 'Sudah ku duga!' batin mereka kompak.

"Tapi, serisan! Gue masih heran, kok bisa sih Misa sepopuler itu?"

"Entahlah. Keturunan mungkin?" komen yang lain terdengar malas dan tak peduli. "Napa? Gue gak boleh nimbrung?" ia menghela nafas lelah. "Kalian gak ada hal lain apa selain ngegosipin si idol itu? Gue sampe bosen dengernya. Bodo ah, sementara kalian sibuk ngerumpi, gue yang bakal menangin dia." ia tersenyum miring dan penuh makna. "Malem ini bakal gue pastiin Misa tidur di ranjang gue," iapun bangkit dan menghampiri meja bar.

"Eh?"

"Eh!"

"EEEEEHHHH?!" mereka menatapnya percaya-tak percaya. Habis, yang sedang kita bicarakan adalah Faldi si pemalas. Dia melancarkan serangan untuk pertama kalinya!  Dan secara tak langsung mendeklarkan kalo dia tertarik oleh sesuatu!

"Woah! Kayaknya gue perlu menandai kalender. Gak, itu aja gak cukup! Kita harus mensejarahkan moment ini!"

"Masih belum, kita bakal merayakannya kalo dia berhasil menggaet si bar tender."

"Oh, iya ya."

"Mari kita liat."

Tatapan mereka sangat membakar dan lima kali lebih intens. Tapi ia hiraukan untuk saat ini. "Sup!" sapanya pada bartender.

"Yo! Ingin pasan apa?"

"Kalo lu di suruh nge rape orang diantara dua orang mana yang bakal lu pilih? Kanna-chan atau anna-chan?" pertanyaan absurd itu sukses membuat mereka yang mendengar tersedak, tak terkecuali orang yang ditanya. Wajahnya sangat syok dan tidak elit sama sekali.

"Hah?! Lu gila! Mending gue mati perjaka daripada harus ngerusak kesucian mereka. Kanna-chan itu sangat murni, bahkan kesuciannya melebihi bidadari. Siapapun yang menodai kanna-chan bakal gue santet! Sedangkan Anna. Aaahh~ Anna-chan! Membayangkannya saja aku tak sanggup! Rambut peraknya yang sehalus sutra itu sangat menawan. Bola mata semerah darahnya terlihat menggairahkan, tapi aku tak bisa boleh merusak kepolosan dan kesuciannya. Aaah, dia bahkan lebih innocent untuk gadis sebelas tahun. Baik Kanna maupun Anna, tidak boleh ada yang menodai mereka." ia menatap tajam pada pemuda di depannya. "Dan elu! Harusnya lu malu udah mengatakan hal gak bermoral kayak tadi. Sebagai seorang feminis, gue kecewa berat! Kita tuh harusnya menjaga kesucian dan kepolosan mereka. Apa masalahmu?! Kalo punya urusan, ngomong langsung sama gue, jangan ngehina chara Loli yang gak bersalah!" ia terengah-engah sesudahnya. Seluruh mata menatapnya tak percaya dan terlalu syok. Tadi itu ucapan terpanjang Misa selama menjadi bar tender di pub ini. Saking syoknya beberapa sampai ada yang mulutnya terbuka. Sedang yang di tatapan memasang wajah tanpa dosa.

"Guekan cuman becanda. Jangan pasang muka menyeramkan itu napa!" ucapnya main-main.

"Sebenernya apa mau lu?" ia berdiri.

"Kalo lu pengen tau, pulang nanti ikut gue. Gue tau sebenernya selama ini lu penasarankan siapa ayah kandung lu. Kalo lu bener-bener penasaran gue bisa bantu. Emangnya lu mau, sampe elu menutup mata gak tau siapa ayah lu yang sebenernya? Tolong pikirkan baik-baik, gue bakal nunggu jawabannya saat jam kerja lu abis." ia memberkan secarik kertas lalu meninggalkan si bartender yang terdiam.


Komentar