Me and The Wonderfull Night
(Oneshoot)
Genre. : Gaje abis, absurd++, Comedy.
Author. : Lein Airie
❇ ❇ ❇
Hujan mengguyur bumi dengan derasnya di sertai guntur yang saling bersahut-sahutan. Menciptakan atmosfir yang terkesan horor. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam, dimana para pekerja pulang dari kantornya masing-masing.Ah sial! Baju ku udah basah, mana rumah masih jauh lagi. Neduh dulu lah, tapi dimana? Ahirnya ketemu juga. Sekarang, di depan ku ada sebuah rumah bergaya minimalis namun terkesan elegan dengan biru lautnya. Tanpa babibu Aku menghampiri rumah tersebut dan mengetuknya.
(Tok...tok...tok....) Setelah aku menunggu agak lama akhirnya pintu pun di buka oleh sang pemilik rumah.
"Mau apa ke rumahku?" tanyanya dengan nada datar dan tak peduli.
Oh iya, orang yang membuka pintu itu adalah sahabatku. Namanya Irsyad. Kami sudah berteman sejak kecil dan sudah saling mengenal satu sama lain. Dia juga satu kelas denganku. Tinggi badannya 175 cm, rambut pirang panjang seleher dengan bola mata hijau toska. Berbeda denganku yang dimusuhi para gadis, dia sangat dikagumi dan populer dikalangan para gadis karena ketampanan dan kejeniusannya, sangat berkebalikan dengan ku kan? Sebenarnya aku juga tak kalah jenius dengan orang ini, hanya saja fisik kami yang berbeda. Meskipun dia terlihat tak peduli dan bersikap dingin, sebenarnya dia itu orang yang peduli dan berhati lembut.
"Hai!" sapa ku penuh nada ceria, "Sebegitu tak senangnya kah kau dengan kedatangan sahabatmu ini kawan? Sampai-sampai kau menyambutku dengan suara datar begitu." lanjutku dengan ekspresi memelas andalanku.
"Haah, kambuh deh sikap dramatisnya. Aku heran, kenapa aku bisa tahan temenan ama kamu yang kelewat aneh sampai detik ini?" tanya Irsyad.
"Itu karena kamu gak bisa berpaling dari ku yang spesial ini. Hehe," kataku narsis.
"Astaga, sesukamu ajalah. Oh iya, kenapa kamu basah kuyup begitu? Kamu masih suka hujan-hujanan? Malem-malem pula. Apa kamu udah ga waras ya? Atau kamu pingin sakit biar besok gak usah sekolah? Wah, aku kagum sama keanehanmu itu!" katanya dengan nada paling datar yang ia punya.
"Astaga! Bisa engga sih kamu positif thinking sama aku? Huh! Zebel!!! Ya Tuhan! Belum puaskah KAU membuatku menderita?" ratapku pilu. "Aku bukan hujan-hujanan tapi aku kehujanan. Tak bisakah kamu membedakannya? Hah?" lanjutku menjelaskan.
"Oh, jadi kamu ke sini mau numpang berteduh toh." ucapnya.
"Hmm, begitulah. Boleh ya? Aku mohon." pintaku dengan nada memohon dan mata pappy eyes andalanku yang selalu berhasil meluluhkannya.
'Glek..' suara saliva ditelan paksa.(ya Tuhan, dia manis banget. Ingin rasanya aku makan dia.) 'Irsyad POV.
"Hei...hei...! Kamu masih sadarkan? Hello!" tanyaku sambil mengibas-ngibaskan tangan ku di depan mukanya.
"Ah! Te-tentu saja aku masih sadar. Bodoh,"
"Tapi kenapa mukamu memerah dan juga, he-hei, hidungmu berdarah! Kamu sakit ya?" ucapku panik.
"Se-seriusan?" katanya sambil memegang hidung yang sudah meneteskan banyak darah.
"Oh tidak, ba-bagaimana bisa aku membayangan diriku melakukan ha-hal itu bersamamu. A-aku mulai engga waras," katanya masih dengan muka yang semerah tomat karena malu.
"A-apa?!, ja-jadi kau membayangkan hal yang me-mesum dengan diriku?" tanyaku dengan muka yang ikut memerah juga.
Krik...krik...krik...krik... Tiba-tiba keheningan tercipta. Hanya suara hujan yang terdengar.
GLEGER.... Suara Guntur akhirnya memecahkan keheningan.
"Ekhem, ya-yasudah, kamu boleh masuk dan berteduh. Tapi aku ga jamin kamu bisa lolos dariku dan keluar dari rumah ini dengan keadaan utuh. Oh iya, aku kasih tau ya orangtua dan kakak ku lagi ga di rumah . Berarti cuma ada kamu ma aku di rumah ini dan aku bebas melakukan apapun yang aku mau. Berdoalah semoga kamu bisa selamat dariku." katanya dengan senyum yang menyeramkan nan mesum.
"A-aku harap itu gak terjadi." jawabku gugup dan penuh harap.
Akupun masuk terlebih dulu dan Irsyad mengikuti di belakangku. Aku ko jadi merasa seperti sepasangan pengantin baru yang sedang memasuki rumah idaman dan kala malam makin larut, kami akhirnya me-melakukan ma-ma-malam per-pertama. Astaga membayangkan nya saja aku sudah ga sanggup apalagi harus melakukannya de-dengan sesama jenis. Meskipun aku bukan maho, tapi tak menutup kemungkinan aku bisa menjadi seorang homo. Sudah ah, aku tak ingin memikirkannya lagi.
"Hei! Bajumu basah kan, ganti aja dulu. Kamu bisa masuk angin bila di biarkan begitu,"
"Inginnya sih begitu, tapi aku ga bawa baju ganti."
"Hmm, jika begitu pakai aja baju milikku. Aku ambilkan dulu. Kamu tunggu dulu," katanya lalu pergi ke kamar mengambil baju.
"Tapi, ya-yasudah. Terserah kamu aja," jawabku sekenanya.
Setelah aku menunggu agak lama, Irsyad pun kembali dengan sesetel pakaiannya.
"Nih! buruan diganti bajunya." kata dia sambil menyerahkan sesetel pakaian padaku.
"Baiklah. Kamar mandinya di sana kan?" tanyaku memastikan.
"Iya. Udah cepat sono. Atau mau aku temani ke kamar mandi? Sekalian kita mandi bareng? Mau ga?" tanya Irsyad menggoda.
"Ti-tidak terima kasih. Aku bisa sendiri," jawabku panik serta muka memerah. "Tadi kamu ngomong mandi ya? Kamu belum mandi? Astaga joroknya dirimu itu. Pantas aja dari tadi aku mencium bau ga sedap," lanjutku sambil meledeknya dan langsung cabut ke kamar mandi.
❇ ❇ ❇
Setelah selesai, akupun menghampiri Irsyad yang berada di kamarnya. Tanpa babibu aku langsung masuk kamar.
"BRAAAKKK!!!!" suara pintu dibuka.
Setelah pintu terbuka, aku melihat Irsyad yang sedang berdiri telanjang menghadap lemari. Waktu seakan berhenti sesaat, bagai seorang idiot kamipun saling pandang.
Twice... kedip...
Twice... Twice....kedip..kedip..
Twice...ke-....
"GYAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"
"AAAAAAAAAAAAAAHHH!!!" teriak kami histeris bersamaan.
Karena panik, Irsyad buru-buru menutupi tubuhnya dengan kain yang ada. Sedangkan aku masih berdiri di depan pintu layaknya orang bodoh, masih terkesima dengan bentuk tubuhnya yang begitu manly nan sispex. 'Sungguh sangat membuatku iri' batinku.
"YAAAKHH!! KENAPA KAMU ENGGA NGETUK PINTU DULU KALO MASUK KE KAMAR KU? HAH?!" katanya, marah.
'Hiih, marahnya serem banget. Bikin orang merinding aja,' batinku agak takut.
"Maaf deh, maaf. Tadi aku khilaf. Lagipula mana ku tau jika kamu sedang ganti baju," jujurku. Tapi ngomong-ngomong, 'punya' kamu besar ya? Andai aja 'punya' ku sebesar 'milik'mu, mungkin hidupku sebagai cowok ga akan diragukan," lanjutku OOT(Out Of Topic) nan bodoh.
"Tentu aja, aku gitu loh!" jawabnya narsis ketularan bodoh. "Eh?" seakan menyadari sesuatu, Irsyadpun histeris. "EEEEH!! Kamu... Kamu... KAMU MELIHATNYA?!" Tanya Irsyad syok. "Ooooh Tidaaak, sekarang aku ga bisa jadi pengantin." hiks..hiks.. Ratap Irsyad.
"Jika tak ada yang mau menikah denganmu, aku yang akan menikahimu." jawabku ngelantur.
"Benarkah itu?" tanya nya penuh harap.
"Tentu saja." jawabku pasti, 1/4 sadar.
"Tapi masa kamu yang melamarku, harusnya kan aku yang melamarmu. Soalnya kamu tuh cocoknya jadi uke, sedangkan aku seme." pancing Irsyad.
"Benarkah? Kenapa kita ga coba sekarang aja, kan bisa ketahuan deh siapa yang cocok jadi seme ma uke nya, nanti kan enak pas nikahnya. Ga usah pusing-pusing lagi nentuin siapa seme,siapa uke." jawabku setengah sadar.
"Hoho, jadi kamu pengen melakukan'nya' sekarang ya? Baiklah jika itu mau mu. Sini... Sini... mendekatlah pada ku!" rayu Irsyad dengan senyum menawan *dibaca mesum*
Bagai terhipnotis, aku langsung menuruti perintahnya. Saat selangkah lagi sampai ke Irsyad, kesadaranku terkumpul semua.
"EEEEEEHHH?! A-apa yang telah aku bicarakan? Ba-bagaimana bisa seperti ini? Se-sebenarnya ada apa dengan diriku? Me-mengapa aku mau melakukan itu dengan nya? Hei! hei! Kenapa kamu ngeliat aku kaya gitu?" tanya ku panik.
"Kamu... Kamu masih waraskan? Kamu bukan homo kan?" lanjutku memastikan.
"Tentu aja bukan, bodoh. Siapa juga yang mau melakukan 'itu' sama kamu yang jelas-jelas cowok. Aku masih straight tau!" kata Irsyad menjelaskan.
'Seengganya sampai saat ini. Aku ga tau sampai kapan aku bisa mempertahankan pendirianku ini,' batin Irsyad. "Lagipula kamu kan yang mulai duluan. aku cuma ikut-ikutan," lanjutnya.
"Sudah ah, tak usah diteruskan lagi. Tuh kan aku jadi lupa tadi mau protes apa ke kamu," kata ku kesal.
"Oh, jadi begitu. Yasudah, kamu mau protes apa? Aku dengerin deh." katanya penuh antusias.
"Nanti, aku ingat-ingat dulu. Kalo aku udah inget aku kabarin lagi," kataku sambil keluar kamar Irsyad. "Oh iya, jangan lupa pake baju ya? Aku ga mau nanti ada yang salah paham sama kita. Bye!" lanjutku sambil mengedipkan mata, genit.
Saat aku sampai di ruang keluarga, ku dengar teriakan Irsyad yang menggelegar.
"INI SEMUA JUGA SALAH SIAPA HAH?!" katanya dari dalam kamar, kalap.
Setelah beberapa menit, akhirnya Irsyad selesai pakai baju dan menghampiriku yang sedang asyik nonoton tv.
"Ga jadi ya protesnya?" tanya Irsyad menggoda.
"Iya ga jadi. Aku udah lupa. Lagipula, aku ga mau mengingatnya." kata ku malas.
"Hmmm, hei! Dengan penampilamu yang seperti itu, kamu tampak begitu menggoda tau." puji Irsyad keceplosan. Sukses membuatku syok.
"A-apa? Pe-penampilanku meng-menggoda kamu? Seriusan? Kamu yang notabennya cowok paling dingin dan anti memuji orang lain, kini malah memujiku?" kataku syok. "Ba-bagaima bisa? Ku mohon jelaskan pada ku gimana penampilanku saat ini?!" pinta ku.
'Ah sial,keceplosan. Yasudahlah aku katakan saja. Lagipula udah terlanjur,' batin Irsyad. "Beneran kamu pengen tau?" tanya Irsyad memastikan.
"Sangat." jawabku mantap.
"Baiklah. Baju aku yang kebesaran di kamu membuatmu sangat seksi. Aku baru nyadar, ternyata paha kamu indah banget, bener-bener tipe aku." jujur Irsyad. "Eeeeh?! Aku... Aku... Aku memuji tubuhnya? Dan juga, KENAPA AKU SANGAT BERNAFSU NGELIAT PAHA DIA? Aku akui sih tubuhnya emang tipe aku banget. AAAHHH! OTAKKU BERHENTILAH BERFIKIRAN KOTOR!!" kata Irsyad OOC(out of charakter) "kenapa kamu engga pake celana hah?" tanya Irsyad setelah tenang.
"Celana kamu kebesaran di aku. Enak aja nuduh aku sembarangan. Aku pakai celana tau. Cuma ketutup aja ama baju ini. Kamu ingin lihat ga?" tanyaku oon.
"KAMU PENGEN AKU KEHABISAN DARAH YA?" tanya Irsyad kalap.
"......."
"Ya udah, ga usah di bahas lagi. Kamu udah ngasih tau ibumu belum jika kamu lagi di rumahku?" tanya Irsyad.
"ASTAGA! Aku lupa." jawabku panik. "Aku pinjam teleponnya ya?" tanya ku.
"Ya." jawabnya singkat.
Setelah mendapat izin, aku langsung bergegas menelpon ibu.
❇ ❇ ❇
Tuuut.... Tuuut... Tuuut... Suara telepon tersambung. Setelah agak lama, akhirnya suara ibu terdengar.
"Halo! Siapa ini?" tanya ibu di sebrang.
"Ini aku bu. Riffa," kataku.
"Kamu ada di mana sekarang? Kamu ga lagi hujan-hujanan kan? Diluarkan sedang hujan lebat," tanya ibu bercanda.
"Astaga! Ibu pikir aku ini anak kecil apa yang masih suka hujan-hujanan?" tanyaku pilu.
"Oh. Syukurlah jika begitu. Soalnya ibu sempat khawatir jika kamu sedang hujanan-hujanan sekarang," kata ibu terdengar lega.
"IBUUU! IBU PIKIR AKU INI UMUR BERAPA?! Aku sudah delapan belas tahun bu!" kata ku kesal. "Ibu sama Irsyad sama saja," lanjutku. 'Terkadang aku suka heran sama dia, Sikapnya itu bener-bener berbanding terbalik dengan ibu-ibu pada umumnya, seneng banget bikin aku kesel, engga punya rasa keibuan banget. Dia lebih pantas dipanggil kakak dibanding ibu.' pikir Riffa.
"Oh jadi kamu sedang di rumah Irsyad. Ibu lega mendengarnya," katanya lega. "Kamu sama Irsyad tidak melakukan hal-hal yang tidak senonohkan?" tanya Ibu serius.
"Te-tentu saja tidak." jawabku gugup dan muka memerah.
"Jika tidak, kenapa jawabnya gugup begitu?" goda ibu.
"Ibu, masa ibu tidak percaya sih sama aku?" tanyaku pilu. "Ibu, aku akan menginap di rumah Irsyad. Jadi ibu tidak perlu menunggu ku pulang," informasiku.
"Baiklah, ibu paham. Selamat menghabiskan malam kalian yang romantis," kata ibu menggoda. "Berjuanglah!" lanjut ibu mengakhiri panggilannya.
"I-IBUUU" ujarku histeris, saat mau lanjut bicara, terdengar suara..
Tuut... Tuut... Tuut... Suara panggilan diakhiri.
"SIALAAAN!! KENAPA LANGSUNG DITUTUP?! AKU KAN BELUM SELESAI NGOMONG!!" ucapku kesal. "Lagipula, aku kan masih normal," lanjutku dengan wajah memerah malu. 'Mempunyai ibu angkat yang seorang fujoshi ternyata merepotkan. Pantas saja sampai sekarang ia belum menikah. Sekarang aku mengerti. Benar-benar mengerti,' batinku.
Setelah selesai menelpon, akupun kembali keruang keluarga menghampiri Irsyad yang sedang bersantai.
"Irsyad!" panggilku.
"Hm? Ada apa?" tanya nya malas.
"Aku... Aku..." kataku gugup. 'Aduuh, gimana ngomongnya ya? Kenapa aku jadi gugup begini? Tenang Riffa, tenang' kataku dalam hati.
"Apa? Jangan bilang jika kamu ingin tidur denganku?" tanyanya menggoda.
"He-hei! Bukan itu maksudku." sangkalku panik.
"Terus apa?" tanya nya dengan nada bosan.
"Aku... Aku menginap ya di rumahmu?" tanya ku penuh harap.
"Yasudah. Lagipula hanya ada kamu dan aku di rumah ini. kamu mau tidur dimana? Oh iya Kamar tamu belum di bersihkan," kata Irsyad. Hanya ada dua pilihan. tidur bersamaku atau disini, di sofa?" tawarnya.
"Tentu saja tidur denganmu. Kita kan sama-sama cowok. Ga ada yang perlu di khawatirkan kan?" tanyaku harap-harap cemas.
"Hmmm, ia juga sih. Tapi aku ga jamin ya?" goda Irsyad.
"......" Aku hanya bisa menanggapinya dengan muka merah.
❇ ❇ ❇
"Emangnya kamu ga bosen apa baca buku terus?" tanya ku memulai obrolan.
"Ga." jawabnya singkat.
"Oh. Kamu baca buku apa sih? Serius banget keliatannya?" tanya ku lagi.
"Kepoo." balas dia.
'JLEB' saat aku mendengar jawabannya, rasanya seperti ada paku yang menusuk pas ke hatiku. 'Nih anak, bener-bener deh. Peka dikit napa,' keluhku dalam hati. "Ngomong-ngomong, aku sekarang tau gimana perasaan para gadis yang udah kamu abaikan. Benar-benar mengerti." ujarku sengaja.
"Kenapa tiba-tiba kamu ngomongin mereka?" tanya Irsyad mulai tertarik.
"Ga ada kok." jawabku sekenanya. 'Kenapa suasananya tiba-tiba tegang begini sih? Intimidasinya bener-bener kerasa.' Riffa POV.
"Kamu suka ya ma mereka?" tanya Irsyad, terdengar penekanan dikata mereka,tiba-tiba marah ga jelas.
"Kalo iya kenapa? Kalo engga kenapa?" balasku dengan pertanyaan lagi.
"Ga kenapa-napa sih."
"Yang bener? Tapi kok raut muka kamu kayak orang cemburu gitu?" goda ku.
"Si-siapa juga yang cemburu?" sangkal Irsyad.
"Kalo ga cemburu kenapa kamu gugup gitu? Sudahlah ngaku aja. Aku ga akan ngetawain kamu ko," desakku. 'Jadi gini ya rasanya membully orang. Cukup menyenangkan juga.' pikir Riffa, devil mode: on.
"UDAH KU BILANG AKU GA CEMBURU!" bentak Irsyad. Sontak membuatku kaget.
"BIASA AJA DONG NGOMONGNYA, GA USAH NGEBENTAK JUGA KALI. Aku kan jadi kaget," balasku ikut emosi.
"Ha'ah, iya deh maaf. Aku tadi emosi. Habisnya kamu juga sih yang terus-terusan ngeledikin aku. Aku kan kesel," ujarnya, setelah kemarahannya reda.
"Ya ampun, iya deh. Aku juga minta maaf udah buat kamu marah," ucapku sedikit menyesali apa yang udah aku lakukan.
"Iya." jawabnya singkat, seperti biasa.
"......"
"......" keheninganpun tercipta.
"Mmmm, Irsyad!" panggilku.
"Apa?" tanya Irsyad.
"Tadi yang barusan tu, kamu ngerasa ga?" tanyaku penasaran.
"Ngerasa apa?" balik nanya.
"Yang barusan, aku ngerasa kaya pertengkaran suami istri yang akhirnya terselesaikan dengan kata 'maaf',ujung-ujungnya mereka ML sampai surya datang." kataku menjelaskan dengan wajah tak berdosa sambil tiduran di sofa.
BLUUUSH.... Wajah Irsyad berubah merah, semerah kepiting rebus setelah mendengar apa yang udah Riffa ucapkan. 'Anak ini bener-bener iblis bertubuh malaikat.' pikir Irsyad.
Karena aku ga juga ngeder suara Irsyad, akhirnya aku mengalihkan pandanganku pada Irsyad. Wajah yang biasanya selalu berekspresi datar, kini entah kenapa berubah semerah tomat. "Irsyad! Kamu sakit ya? Kenapa mukamu merah?" tanyaku khawatir.
"J-jangan liat! I-ini memalukan." cegahnya.
"Ayolah, jangan begitu. Aku kan khawatir ma kamu," pintaku.
"B-berisik! I-ini semua salahmu!" jelasnya.
"S-salahku? E-mangnya apa salahku?" tanyaku panik. Aku minta maaf deh. Bener-bener minta maaf kalo gitu," akupun buru-buru minta maaf ma Irsyad, menghampirinya, lalu tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya, air mata tak lupa menghiasi wajahku.
"......"
"......"
Kriiiiik......
Kriiiiik......
Tatapan kami saling bertemu. Wajah kami berjarak kurang dari satu senti, sedikit saja ada gerakan dapat dipastikan bibir kami langsung bertemu.
Kriiiiik......
Kriiiiik......
"Ri-Ri-Riffa......" panggil Irsyad gugup, wajahnya yang sudah merah kini bertambah merah, diperparah oleh tingkah bodoh Riffa yang tidak bisa baca suasana.
"Iya?" Tanya ku layaknya orang oon.
"A-apa yang kau lakukan?"
"Aku tak melakukan apapun." Jawabku polos, 'OMG, kalo diliat Dari deket Irsyad makin tampan aja, This too close.'
'This bad, hidung kami saling bersentuhan, bahkan dapat ku rasakan hembusan nafasnya yang menerpa wajahku, apalagi bibir merah cerrynya terlihat menggiurkan, seakan menggodaku untuk mencicipinya. Shit!!! I can't hold this anymore.' Irsyad POV.
Tanpa sadar, jarak diantara mereka makin berkurang. Suasana juga makin mendukung mereka. Karena tak sanggup melihat kelanjutannya, Riffa akhirnya menutup mata, diikuti oleh Irsyad juga. Mereka yang sedang terbuai akhirnya melupakan segalanya. Yang ada difikaran mereka hanya orang yang ada dihadapannya. 'Sedikit lagi... Ayo sedikit la~"
KRIIIING!!! KRING!!!! KRING!!!!!
Suara gaduh dari loteng menghentikan aksi mereka dan membuat para pelaku jadi kelabakan sendiri. Refleks Riffa mendorong Irsyad sepenuh tenaga hingga terjungkal dari sofa saking kagetnya.
"ADUUH!" teriak Irsyad keras. Sedangkan sipelaku hanya menyaksikan si korban tanpa berniat menolong.
"KENAPA KAU MENDORONGKU?" protes si korban tak terima diperlakukan seperti itu.
"Siapa yang mendorongmu?" tanya sipelaku polos.
"KAU PIKIR SIAPA SELAIN KAU?"
"Aku?" sambil menunjuk diri sendiri bertanya. Ku pikir kau sendiri yang menjatuhkan diri?" ucapnya dengan watados. Membuat si korban tambah jengah. Diapun menghela nafas meredakan emosinya yang tersulut.
"Sudahlah, bicara denganmu hanya membuatku naik darah." dengan tampang lelah ia beranjak pergi. Belum juga selangkah, tangannya tiba-tiba di tahan seseorang. Ia menengok orang yang menahan tangannya.
"Kau mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri? Aku minta maaf jika aku telah membuatmu marah." ucapnya lemah, suaranya terdengar bergetar. Sepertinya akan menangis.
'Aish! Bagaimana bisa aku tetap marah jika kau nampak menggemaskan saat bersikap seperti ini.' "Aku hanya akan ke loteng untuk menerima telepon. Kau tenang saja, aku tidak akan meninggalkanmu, dan aku sudah memaafkanmu. Jadi berhentilah bersedih. Wajah cantikmu ga cocok buat sedih."
"SIALAAN KAU! KAU PIKIR AKU SENANG APA DIBILANG CANTIK. AKU ITU TANVAN BUKANNYA CANTIK."
"Duh kamu makin cantik deh kalau lagi marah. Ahaha..."
"ISH, KEMARI KAU! JANGAN LARI! BIAR KU BUKTIKAN BETAPA 'LAKINYA' AKU!" Riffa yang kalap akhirnya mengejar Irsyad.
"WOUH! HIIE ACU ATUT ADA CEWE PMS AGI ARAH. HIIEEE CEREEEM..." Irsyad malah makin menjadi-jadi. Aksi kejaran-kejaran pun tak dapat terelakan.
"KAAAAAUUUUUUUU!!!! BERANINYA MENGATAIKU PEREMPUAN! COBA KAU BILANG SEKALI LAGI! AKU HABISI BARU TAU RASA KAU."
"TIDAAAK! MAMAAH RIFFA KANIBAL. MASA IRSYAD MAU DIMAKAN? IRSYAD NDAK AU... IRSYAD PENGENNYA YANG MAMAM RIFFA. IFA KAN CANTIIK. AHAHA..."
"ELO MAU MAKAN GEU? MIMPI!" ucapnya terdengar sombong, sambil tetap mengejar Irsyad.
"AHAHA... OK BAKAL GUE BUKTIIN DARI MIMPI BAKAL JADI KENYATAAN. AYO SUGAR, JANGAN MALU, OM SUDAH DISINI." Irsyad yang tadi berlari tiba-tiba berhenti. Ia merentangkan tangannya seolah-olah menunggu pelukan.
"KAU KENAPA? KENAPA KAU BERTINGKAH ANEH?" Riffa yang melihat gelagat aneh Irsyad jadi berhenti mengejar. Ia melangkah mundur, takut Irsyad kemasukan.
"kamu ga usah takut sama om, om bakal gentle kok sama kamu." goda Irsyad mendekati Riffa.
"A-aku ga mau om. Pu-punya om kan gede, ga bakal bisa masuk." Riffa makin melangkah mundur.
"Pasti muat kok, om jamin. Sini sini. Burung om udah kedinginan ga kuat mau masuk sarangnya,"
"E-engga mau om, aku ga mau. Sarang burung om kan bukan diaku,"
"Ah masa sih? Tapi burung om bilang sarangya di kamu. Ayo kemari, kamu ga kasian ya sama burung om?"
"Aaaaaahhh!" kini malah gantian Irsyad yang mengejar Riffa.
❇ ❇ ❇
Ok ok, kita tinggalkan dulu sepasang remaja dan om? Itu, kalau dilanjut bisa-bisa jadi rate M lagi. Sementara itu ditempat lain. Terlihatlah seorang wanita muda tengah berdiri didepan cafe yang masih terbilang rame meski hujan. Wanita itu melihat hpnya dengan pandangan buas, siap membunuh sang hp?
"Ish tu anak dimana sih? Giliran dibutuhin ga pernah ada, mana ujannya ga mau berhenti lagi. Liat aja nanti pas dirumah jadi daging cincang baru tau rasa," ucapnya kasar sangat kontras dengan penampilannya yang cantik dan anggun.
"Duh mba, jangan marah-marah mulu, ntar cepet tua lho." terdengar suara bariton mengintrupsi.
"Berisik. Ga liat apa orang lagi kesel,"
"Wiih, si mbak nya lagi dateng bulan ya? Galak amat."
Si wanita yang sedang sedang kesal makin bertambah kesal dengan sosok disampingnya yang tak kunjung diam, akhirnya si wanita tadi menengok sosok yang disampingnya, namun terkejut setelah melihat sosok itu.
"Hai... Kamu makin cantik aja ya?"
"YAAMPUN! INU!" tanpa babibu wanita itu memeluknya erat. Menumpahkan kerinduannya pada sosok itu. Ia sangat senang bisa melihat sahabat yang sudah lama tak terlihat. Sosok yang dipanggil Inu itu awalnya diam karena tak menyangka jika sang wanita itu akan memeluknya. Selang beberapa detik ia membalas pelukan wanita itu.
"Inu, astaga! Aku ga nyangka bakal ketemu sama kamu lagi. Inu... Inu... Astaga. Hiks...hiks... I-Inu." wanita itu menangis tanpa sebab yang jelas.
"Duh udah dong jangan nangis, kamu bikin aku jadi jahat tau dimata pembaca. Masa aku baru muncul udah bikin anak orang nangis, terlebih wanita cantik kaya kamu."
"Ga apa-apa, hiks...hiks... Nanti aku yang bakal ngejelasin ke pembaca kalo kamu itu ga jahat."
"WOY LOE APAIN KAKAK GUE! BERANINYA LOE BIKIN KAKAK GUA NANGIS. GA BAKAL GUA MAAFIN," tanpa diduga ada suara asing mengintrupsi kemesraan mereka. Sepertinya si pemilik suara sedang murka.
"Yad udah yad jangan kebawa emosi. Nyebut yad nyebut. Sing inget yad. Ojo nesu-nesu. Kan dinaskahnya emang gitu," entah darimana munculnya, tiba-tiba sosok lain itu menenangkan si pemilik suara yang merusuh.
"TAPI GUE TETEP GA TERIMA FA, MASA DIA YANG BARU MUNCUL MAIN PELUK-PELUK KAKAK GUA, GUE AJA SEBAGAI ADE GA PERNAH TUH DIPELU-PELUK, MANA MESRA BANGET LAGI." Protes si perusuh pada sosok lain ga terima kalau yang diaku-aku sebagai kakaknya itu ga pernah meluk dia. Karena bingung, si sosok lain itu akhirnya melihat kearah yang dituju si perusuh.
"AAAANJIIIR!!! WOY MAS! ENAK BENER JADI LU, BARU MUNCUL UDAH DIPELU-PELUK CEWE. LAH GUE MASA KEDAPETAN MELUK COWOK MULU SIH. ISH GA ADIL BANGET SI AUTHOR! TERUS GUE KAPAN? KAPAN THOR? KAPAN?" si sosok lain yang ga terima kalau dirinya ga pernah meluk cewe.
"WOOOY LU LU PADA YANG LAGI RIBUT. INI BUKAN BAGIAN LOO!" terdengarlah suara menggelegar namun tak bersosok.
"Fa, lu denger suara tadi ga?" bisik si rusuh pada sosok lain.
"Huum gue denger. Serem ya ada suara tapi ga ada sosoknya. Mending kalo suaranya bagus, lah ini mana cempreng, sumbeng lagi." ikut bisik-bisik.
"Setuju banget w. Udah gitu fales. Bikin polusi suara aja."
"Eh, sejak kapan ada polusi suara? Baru denger gua."
"Semenjak ada suara gaib tadi."
"LU KIRA GUE GA DENGER APA YANG KALIAN BISIKIN?" ucap si suara yang ga ada sosoknya itu terdengar marah, ga terima di hina secara gamblang kan malu sama pembaca. "WOY LU YANG SUKA NGERUSUH, GUE KASIH TAU YA INI TUH BUKAN CERITA INCES, DAN ELU! SI SOSOK LAIN, ELU GA PANTES BUAT MELUK CEWE, YANG ADA MALAH JADI LESBI NI CERITA." dengan baik hatinya suara yang entah berantah itu menjelaskan dengan lembut.
"LEMBUT PALE LO." protes si rusuh dan si sosok lain kompak. "ELU JADI AUTHOR GA ADIL BANGET SEH!"
"BENER BANGET TUH, MASA GUA DIKATA LESBI DEKET-DEKET CEWE. GUE LAKI WOY, LAKI." "HAH LAKI?" tanya si suara gaib dan si rusuh ga percaya. "MENDING LO NGACA DULU DEH! MUKA CANTIK KAYA GITU MAU DIBILANG LAKI? MIMPI!" 'JLEB' suara panah pas mengenai bidikan. Ucapan mereka membuat si sosok lain jadi pundung dipojokan.
"HEEEII!!!! KITA DISINI BUKAN BUAT DIANGGURIN KELEUS!" dua insan yang sejak tadi ga dianggep kehadirannya akhirnya membuka suara, jengah dengan suasana yang harusnya romantis hancur mendadak. Mereka kan baru juga muncul masa langsung diganggu, mana pas lagi mersah-mersahnya pelukan.
"Oh, ok ok, back to posisi para penghuni lapak, hey kamu siperusuh tolong bawa itu si sosok lain pergi dari sini, si penghuni lapak udah balik noh, ayo ayo kita pergi dari sini." ajak si suara gaib baik-baik.
"Oh yaudah ayo." ucap sirusuh pasrah. "Udah dong kamu jangan ngambek, noh si penghuni lapaknya jadi balik kan. Mending kita pergi daripada ntar di usir. Mereka kan paling serem kalo udah ngusir-ngusir gitu."
"iya iya ayo pergi." ucap si sosok lain berhasil dibujuk.
"Ok, karena si rusuh dan si sosok lain udah balik monggo penghuni lapak lanjutken."
"YEEE, HARUSNYA DARI TADI NAPA, DASAR AUTHOR SETERES." ucap si wanita marah-marah.
"Udahlah, kamu jangan marah lagi toh mereka udah pada pergi juga."
"Tapikan aku kesel, giliran mereka ga ada yang ganggu masa bagian kita ada yang ganggu."
"Kamu kok kaya ga ikhlas gitu? Emangnya kenapa?"
"Ya iyalah aku ga iklas, kamu sih enak cuma tinggal bales pelukan aku, lah aku?"
"Kamu kenapa?"
"Coba kamu bayangin, lima jam Nu, lima jam aku ngumpulin semua keberanian aku buat meluk kamu, hiks... Kamu ga tau sih rasanya jadi aku, aku udah berusaha buat ga malu saat meluk kamu, tapi... Mereka hiks...hiks... Mana nama aku aja belum disebut-sebut. Kan jleb right to kokoro Nu. Hiks...hiks..."
"Udah dong kamu jangan nangis lagi. Jangan buang sia-sia air matamu, karena air mata kamu tuh lebih berharga untuk hal seperti ini." Inu memeluk sang wanita lembut, berharap si wanita berhenti menangis. Karena pelukan hangat dan kenyamanan yang ditawarkan Inu, wanita tersebutpun sudah tak menangis lagi, ia menatap wajah Inu intens. Yang ditatap jadi salah tingkah, karena pandangan si wanita tak juga beranjak dari wajah Inu, pemuda tersebut memutuskan untuk menatap balik si wanita tepat dimata. Pandangan saling bertemu, hujan yang lebat kini tinggal gerimis, seakan menyihir mereka untuk terbuai.
"Istriku, lihatlah sepasang anak muda itu." si suami berucap pada istrinya.
"Mereka romantis sekali, wanitanya cantik sekali. Tidakkah mengingatkan kita saat kita muda dulu?" si istri berkomentar.
"Kau benar istriku, tapi bagiku kau tetaplah yang tercantik istriku." goda si suami pada istrinya.
"Dasar kau ini, sudahlah biarkan yang muda merasakan indahnya jatuh cinta, lagipula kita sudah terlalu berumur untuk itu."
"Ah, istriku kau benar. Anak muda zaman sekarang sangat bergairah."
"Hei kau pikir umurmu berapa? Dasar pak tua. Ada-ada saja."
Mereka terus berbicara saat melewatinya. Yang sedang dibicarakan hanya menatap kagum pasangan suami-istri itu.
"Nu!"
"Hm?"
"Mereka sosweet banget. Pengen deh bisa kaya gitu."
"Bisa kok, aku yakin kau pasti bisa mendapatkan sosok pendamping seperti itu."
"Aku harap. Eh by the way, kapan lo kesini? Ko ga ngasih kabar?"
"Kalau ngasih tau bukan surprise dong namanya."
"Kamu tuh bisa aja bikin orang terkejut."
"Siapa dulu dong, Inu!" tunjuknya pada diri sendiri bangga.
"Dasar masih aja narsis, ternyata kamu ga berubah ya."
"Enak aja, gini-gini aku banyak yang naksir keleus."
"Ya ya ya sesukamu saja."
"Oh. Eh Za, kamu udah punya pacar belum nih?"
"Astaga masih aja manggil aku Za, nama aku Rina bukan Za."
"Ah elah, kan nama lengkap lo Karina Izza Shadid."
"Ga usah diperjelas juga napa. Ish! Lu nyebelin."
"Lha? Kan itu nama lu, masa marah ke gua, salah gue apa?"
"Terah lu lah, semerdekanya lu aja."
"Emangnya kenapa sih kalau aku panggil nama tengah kamu, kayaknya sensi bener."
"..."
"Za, jawab dong."
"..."
"Ok ok aku minta maaf."
"..."
"Yaelah ngambekkan jadinya, elu sih Lein, kan gue udah bilang. Gue ga mau, tetep aja lo paksa. Kan kalo udah ngambek susah jadinya." keluh Inu tiba-tiba udah ada di depan Lein yang lagi nyuapin mie ayamnya sambil marah-marah ga jelas.
'OMG, tau darimana dia gua ada di sini? Mati gue.' "Salah aku apa kakak?" pura-pura polos ga tau apa-apa. Berharap bisa lolos.
"Udahlah, ga usah pasang tampang polos ga bakal ngaruh. Ikut gue! Tanggung jawab sana! Bujuk dia biar ga ngambek lagi. Gue ga mau tau," Inu pun membawa menyeret si Lein yang malang. 'Mie ayam gue.' batin Lein ga rela mie ayam yang baru dipesan langsung ditinggal. Merekapun sampai di TKP.
"I~, ma-maksud ku Karina cantik udah dong jangan ngambek terus, ya ya ya, kalo kamu ngambek terus, ntar cerita nya ga bakal kelar-kelar, kamu emang ga kasian sama yang dirumah? Entah gimana nasibnya."
"Haah ok lah kalo gitu."
"Noh udah aku bujuk, sekarang lanjutin lagi. Aku mau lanjut makan mie ayamnya. Bye."
"Thanks yo bro." dengan sekejap mata Lein sudah tak ada di tkp.
"Eh? Tu orang kemana? Cepet amat?"
"Udahlah ga usah mikirin dia. Gimana aku anter kamu pulang? Ini udah terlalu malem buat cewe cantik pulang sendirian. Bahaya."
"Mmm, baiklah."
"Ayo."
"Iya."
❇ ❇ ❇
Akhirnya setelah beberapa menit, mereka sampai juga di rumah Si wanita.
"Makasih ya udah mau ngantertin aku."
"Iya ga apa-apa, aku pulang dulu ya."
"Hati-hati dijalan."
"Iya."
Setelah mobil Inu tak terlihat lagi, Karina pun masuk dengan kunci cadangan, untung saja dia selalu membawanya, kalo engga kan berabe, bisa tidur diluar dirinya. Ia pun melangkahkan kakinya masuk, Karina hanya mematung di depan pintu. Bagaimana tidak, disana. Kira-kira satu meter didepan dirinya telah tersaji pemandangan yang sangat tidak terduga bahkan mengundang pikiran yang iya-iya. Nampaklah sang adik yang sedang duduk diatas tubuh seseorang, yang diduduki terlihat pasrah, wajahnya yang manis sudah seperti kepiting rebus. Baju si adik sudah raib entah kemana, mempertontonkan tubuhnya yang atletis, perut sixpack, serta dada yang bidang. Tak disangka jika adiknya mempunyai tubuh yang sangat menggoda iman, sedangkan si korban masih memakai kemeja putih adiknya namun telah tersingkap keatas melihatkan badannya yang seputih salju, perut serta dada yang sangat mulus serta kaki jenjang yang indah, terlebih pahanya yang seksi mengalahkan gadis bahkan wanita manapun. 'Njiir, ga gue sangka ternyata ade gua udah masuk dunia pelangi. Tapi sejak kapan? Kok gue baru tau. Meskipun aku suka hubungan sejenis, tapi I-ini terlalu banyak, a-aku ga sanggup.' jiwa fujonya menggila. 'Kyaaaaaa.....!! FS!. Astagah, astagah, tisu mana tisu mana? Tisu mana woy?! Kayaknya mati sekarang juga ga apa-apa, aku bahagia. Eeh, tapi kalo aku mati ntar ga bisa liat live action lagi dund. Duh pusing pala Izza. Daripada gua kehabisan darah disini mending gua cegah aja deh.'
"Ka-ka-KALIAN! WA-WALAUPUN KALIAN SAMA-SAMA LAKI DAN GA BAKAL BISA HAMIL BUKAN BERARTI KALIAN BISA SEENAKNYA ANU-ANU SEMAU KALIAN! SEENGGANYA KALAU MAU AHA-IHI GET A ROOM, PLEASE!"
Yang diteriaki menoleh asal suara, lalu saling pandang.
"Yad, kakak lo kayaknya butuh transfusi darah segera deh. Liat noh wajahnya udah pucat gitu, bajunya udah hampir berlumuran darah. Hiee dia kakak lo apa makhluk jadi-jadian? WOY thor, ini bukan cerita hororkan? Tapi kenapa ada begituan?"
"Ok ok, kita panggil ambulan."
"A-aku rasa mati sekarangpun tak apa." bruk sosok itupun pinsan dengan tidak elitnya.
"AAAH! KAKAK JANGAN MATI DULU KAK, KAKAK UDAH JANJI BAKAL NURUTIN SEMUA YANG AKU PENGEN. KALO KAKAK MATI, NANTI SIAPA YANG BAKAL GANTI?" sang adik tanpa rasa kasihan mengguncang-guncangkan tubuh si kakak.
"K-kamu tenang aja, biarkan Lein yang menggantikannya." si kakak yang terusik akhirnya membuka matanya sambil berucap lemah.
"Dih enak bener idup lo, lo yang janji kok gua yang tanggung jawab." tak di duga-duga, terdengar protesan di samping mereka. Makhluk yang ga diketahiu gendernya itu ngedumel.
"Tapikan perannya dari lo thor." Riffa yang menyadari kehadiran makhluk itu adalah author langsung berkomentar.
"Ka-kalo gitu, kamu ga jadi deh matinya. Jadi aku ga perlu tanggung jawab sama janji kamu." si author dengan seenak udelnya merubah alur cerita yang udah absurd? ini makin tambah absurd.
"Yaelah, labil banget sih lo Lein." si kakak yang udah terbaring lemah langsung duduk mencak-mencak Lein.
"Tau, huu dasar labil." Riffa yang masih ada dendam sama Lein ga menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut menghujat si author, kapan lagi coba bisa kaya gini.
"Dasar author labil, ga punya pendiriran." Irsyad menimpali ingin memperkeruh suasan. Sedangkan Lein yang di hina jadi pundung dipojokan.
"Emang kenapa kalau gua labil? Kan aku kecil lagi. Hiks...hiks... Kalian ga usah peduliin aku, selein aja ceritanya. Kasian noh pembaca, udah kesel sama ini cerita yang ga kelar-kelar. Bye!"
"Jiah, dia ngambek." "udahlah biarin, kali-kali biar dia rasa gimana nikmatnya di bulli." "kalian berdua, tanggung jawab udah bikin orang kaya gini. Liat nih baju aku jadi kotor sama darah, duh, gue butuh darah tambahan." melihat keadaan orang yang barusan ngomong sangat ironis mereka jadi kelabakan. "Fa, Fa, cepet telpon ambulan." perintah si adik pada temannya, ia berharap mudah-mudahan kakaknya itu ga mati duluan. "Iya, ini aku lagi manggil." sungguh teman yang bisa diandalkan.
Akhirnya Irsyad dan Riffa yang seharusnya bisa menikmati malam yang luar biasa itu malah dibuat kocar-kacir oleh keadaan si wanita yang sangat memprihatinkan.
END.
Komentar
Posting Komentar